Thursday, March 29, 2007

Teruntuk Bundaku: SATU

Satu hembusan nafas mengantarku ke dunia

Satu senyuman bahagia menyambutku

Satu pelukan hangat membuatku nyaman

Satu kecupan di pipi terasa asing bagiku

Satu uluran tangan mengajariku berjalan

Satu dekapan memberiku cinta

Satu tindakan membuatku tegar

Satu bisikkan mengantarkan kasih

Satu....

Benarkah hanya satu?

Sepertinya tidak....

Orang-orang bilang dia melakukannya setiap saat

Apa yang bisa kuberikan padanya, Tuhanku?

Aku cuma bisa melakukan satu hal...

Aku bersyukur atas dirinya....

Suatu anugerah terindah yang tak berani kuminta,

Tapi kudapatkan dari kebaikan hati-Mu.

Dia....

Ibuku....

Kartiniku.....

Puisi Kami untukmu Pangripta Loka

Bagi kami ‘tuk mengabdi

Mewujudkan cita dan memberi cipta

Di bawah panji Pangripta Loka…

Keringat kami adalah tulus

Lelah kami adalah harus

Wujud kami riang menyirami

Benih-benih dinamisasi yang terjadi di HMP ini…

Duri menghalang menjadi tak berarti

Berat upaya, tidak mengapa

Patah semangat, ibarat kiasan

Ketidakacuhan, adalah tantangan...

Semoga jerih ini menuaikan ribuan esensi

Menjadi pondasi untuk kemegahan kita

Menyulut api kenangan yang tak terlupakan

Dan membuka mata bangsa akan Pangripta Loka...

Tidak perlu menjabat tangan kami!!!

Karena, tidak seujung rambut pun kami berpamrih

Bahkan darah pun kini tak seberapa

Saat Pangripta Loka telah meminta

Bagi kamu ’tuk mengabdi...

Perubahan Sistem KM ITB, Perlukah?

Keadaan kampus ITB selama bulan Agustus 2006 ini memanas. Hal ini tidak terlepas dengan kegiatan tahunan Kabinet KM ITB yaitu OSKM 2006. Gonjang-ganjing ketidaksiapan panitia mulai santer terdengar sejak bulan Juli. Ujung-ujungnya panitia dan Presiden hanya mempunyai sedikit waktu untuk melobi pihak Rektorat terkait pelaksanaan OSKM 2006 sehingga tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak dan pada akhirnya OSKM dilarang oleh Rektorat.

Kabinet KM pun berkonsultasi dan meminta pendapat massa kampus melalui para ketua himpunan dalam forum setiap malam beberapa hari sebelum dan selama OSKM. Forum ini dinilai berbeda oleh setiap himpunan, massa HMJ yang datang memang tidak pernah lengkap, tapi cukup banyak untuk membahas bermacam kasus yang terjadi dari berbagai sisi. Ada yang berpendapat bahwa seharusnya tidak perlu sampai mengumpulkan para kahim karena ada Kongres sebagai badan legislatif yang mewakili HMJ. Ada juga yang mendukung forum seperti ini karena massa kampus lebih tahu permasalahan yang ada. Dan memang ada beberapa himpunan yang tidak mengirimkan senatornya ke Kongres, sering datang dalam forum. Atau alasan bahwa Kongres tidak mewakili suara massa kampus/tidak mempunyai legitimasi akibat adanya HMJ yang tidak mengirimkan senatornya.

Di lain sisi, KM ITB semakin lemah posisinya di mata Rektorat. Setiap tahun harus melobi dari nol untuk mengajukan konsep OSKM. Secara struktural, KM ITB tidak ada dalam garis koordinasi dengan Rektorat, baik di bawah ataupun di atasnya. Hal ini yang sekarang mulai menjadi bumerang bagi kemahasiswaan. Dengan menyandang status BHMN, Rektorat ingin memperbaiki citra ITB sebagai kampus riset dan menghilangkan citra kaderisasi kemahasiswaan ITB yang keras. Maka semakin tidak berdayalah KM ITB di mata Rektorat. Karena setiap kata ‘kaderisasi‘ pada ‘mahasiswa baru’ pasti sudah dicap buruk oleh Pak Widyo, WRM (Wakil Rektor Bid.Kemahasiswaan).

Masih segar diingatan kita pada tahun 2005 lalu ada pelarangan segala bentuk kaderisasi himpunan pada mahasiswa 2005 dan IMG (Ikatan Mahasiswa Geodesi) disegel oleh Rektorat, belum lagi kasus HIMAFI yang berujung skorsing pada Ketua Kaderisasi-nya, dan masih banyak contoh kasus lain. Jelas sekali terlihat perjuangan setiap himpunan untuk ‘bertahan hidup’ dan Kabinet KM 05-06 seakan tidak melakukan apa-apa menge-nai ini. Padahal sudah seharusnya lembaga kemahasiswaan terpusat mencoba lobi-lobi tingkat atas agar hal seperti ini tidak lagi terjadi. Semoga saja kasus-kasus tersebut tidak akan terjadi pada tahun ini dan menjadi evaluasi penting bagi Kabinet KM 06-07.

Fungsi UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di dalam Kongres KM ITB juga dipertanyakan. Lembaga BKSK (Badan Koordinasi Satuan Kegiatan) yang merupakan wadah aspirasi unit ke Kongres tidak terbentuk setelah 5 tahun setelah Konsepsi Keluarga Mahasiswa ITB dibuat pada 2001. Ketika ditelusuri, banyak unit yang memang tidak berkepentingan di dalam suatu badan legislatif. Asalkan mereka masih dapat berkegiatan juga sudah baik. Hanya beberapa unit saja yang bermuatan politis dan propaganda, yang berniat membentuk BKSK.

Berbagai data dan fakta di lapangan tersebut mencerminkan realita kehidupan kemahasiswaan kita. Penuh dengan berbagai kepentingan dan perbedaan pendapat, tapi demokrasi yang sehat memang harus berwarna dan banyak kepala. Kita tidak tahu gambaran kemahasiswaan ITB tahun depan akan seperti apa. Ibaratnya mau menghidup-kan lampu di ruangan gelap, tapi tidak tahu dimana saklarnya berada, selalu mencari-cari.

Kongres KM ITB sebagai lembaga legislatif di kemahasiswaan, mencoba menawarkan alternatif penyelesaian masalah tersebut yaitu dengan melakukan Lokakarya Kemahasiswaan (LK). Tahun ini adalah kali keduanya Kongres menawarkan hal yang sama karena hasil tahun lalu belum maksimal dan baru dalam tahap perumusan nilai-nilai kemahasiswaan. Direncanakan nantinya LK akan bertujuan untuk mengusahakan perbaikan sisem kemahasiswaan yang disepakati bersama, terutama dalam dua hal, yaitu:

1. Pola hubungan elemen internal KM ITB

2. Pola hubungan kemitraan KM ITB dengan Sistem ITB atau eksternal KM ITB.

Ibaratnya seperti lagu lama, banyak pihak baik himpunan-himpunan maupun unit yang pesimis terhadap hasil LK tahun ini. Mereka mengkhawatirkan setiap orang hanya berkepentingan sendiri-sendiri dan tidak berjalan dengan efifien. Lagipula, perlu banyak hal yang harus dibahas, seperti menata ulang sistem kemahasiswaan kita. Kalau diperhatikan, elemen kampus (HMJ, Unit, Kabinet, Kongres) belum benar-benar telah menjalankan 100% aturan yang ada dalam AD-ART KM ITB 2006. Diperlukan banyak kearifan dan keberanian merubah diri sendiri untuk menciptakan suatu sistem KM ITB yang menyatu dan berjalan baik. Semua demi kemahasiswaan yang lebih baik.

(Ale, Senator HMP)

Nawadharma Pralabdha

Kesan pertama make jaket abu-abu itu: berat, lelah, senang, haru, sedih.

Berat karena gw seakan ngeliat Kak Akmal naruh batu yang gede banget bernama tanggung jawab d pundak gw.

Lelah karena gw udah capek abis lari 17 km dari Otista ampe sekolah.

Senang karena semua proses LDKS udah selesai dan gw dapet jaket...hehehe..

Haru karena ngeliat temen2 yang lain dipeluk bokap atau nyokapnya dan mereka terlihat sangat bangga karenanya.

Sedih karena papa dan mama ga bisa hadir, hanya Oncu yang makein jaket tanggung jawab gw yang pertama dalam hidup.

Padahal gw jadi OSIS cuma pengen buat papa dan mama bangga, kalo gw bisa lewatin semua tantangan dan beratnya LDKS, kalo gw juga bisa kayak Kak Tia yang kalian banggakan itu...kalo gw Cuma pengen mensejajarkan foto jaket itu dengan seragam TN yang berwibawa itu di samping TV...

Pas ngejalanin, terasa berat banget karena harus jadi contoh buat siswa lain, karena harus bikin acara yang gw belom punya pengalaman tentang itu.

Gw bergetar dan terharu serta bangga waktu niup pluit untuk mulainya masa jabatan OSIS...

Gw kesel banget sama dias dan daus yang kayaknya pergaulannya terpisah dari anak2 OSIS yang laen..

Gw benci sama daus yang ninggalin kerjaannya sama gw

Gw benci sama dias yang ga bisa menjaga semangat timnya buat tetep kompak.

Gw ga suka saat dias numpahin banyak kerjaan ke gw

Tapi gw seneng waktu ngedanus sama aidil ke perusahaan dan ketemu alumni SD Labs yang jadi pengantar surat.

Gw seneng waktu ke WWF sama dinda, pas 14 Feb 2002 kata mbak2 kantinnya “koq, valentine-an di sini?” kita langsung ketawa aja...

Gw seneng waktu bisa ngerebut tongkat anak2 AP pas LDKS mereka...

Gw seneng setiap gw ke sekos dan ketemu anak2 OSIS yang laen..

Gw seneng ngabisin waktu bareng mereka..

Gw seneng pas penjelajahan Forum Capsis, gw disuruh push-up di sungai yang dalemnya sedengkul dan dikerjain di bawah air terjun sama si Dipta, brigade HB.

Gw seneng pas di dalem tronton perjalanan pulang dari Forum Capsis AP dimana si freako dan ucup ngelawak abis2an..

Gw seneng bisa ngadain acara segede Pekan Pendidikan...

Gw seneng tahu caranya mesen bus HIBA di Klender...

Gw seneng tahu caranya ngeluarin pendapat dan menjadi kritis...

Gw seneng ngerasain gimana disidang pas paper capsis ma senior dan 2 orang guru, jadi pas sidang karya tulis kelas 3 gw ga gagap ngadepin pak made ma pak lukito yang rese’ abis kalo nanya...

Gw seneng tahu caranya masukin proposal ke perusahaan..

Gw seneng bisa marahin anak orang..hahaha...

Gw seneng dapet banyak name tag panitia dan kaos walaupun kerjaan gw ga banyak...hehehe

Gw seneng bisa lebih menghargai nilai nasionalisme pas berdiri di barisan depan semua siswa pas upacara bendera.

Gw seneng bisa belajar PBB (baris-berbaris) dan jadi bekal waktu ngeliat LDKS anak kebayoran di markas Kopassus..

Gw seneng bisa punya banyak temen dari seangkatan ataupun beda angkatan..

Gw seneng pernah push-up di jalanan ibukota dan jadi napi waktu jalan jongkok di Pulomas...

Gw seneng tahu caranya ngerayap

Gw seneng bisa belajar menghargai orang lain...

Gw sedih waktu lepas jaket...

Apalagi si naya satu-satu ngelepasin dengan ucapan yang menyedihkan...

Gw sedih ngeliat kevin lepas jaket duluan buat ke amrik, nyatanya malah ga jadi...

Gw sedih karena papa dan mama ga bisa datang juga pas gw lepas jaket...FUCK@!!!

Tapi berkat doa pak arif yang selalu jadi inspirasi gw...gw akan tetap berterima kasih sama bonyok atas segala yang mereka berikan buat gw...

Gw lega waktu ngelepasin jabatan sebagai OSIS karena tanggung jawab gw berkurang satu...

Gw sedih harus berpisah sama semua temen2....

Gw nyesel pernah ngebentak dias dan daus karena kesalahan yang ga pernah mereka buat...

Gw bangga pernah menjadi jajaran siswa-siswa ‘terpilih’ dan diberi kelebihan...

Ya Allah...terima kasih engkau telah menganugerahkan teman-teman terbaik yang tak berani kuminta tapi kudapatkan dengan kebaikan hati-Mu....alhamdulillah...

Sekarang sudah saatnya kita tutup sayap-sayap NP kita karena sudah lelah mengarungi hidup...

Tapi sepasang sayap ini akan selalu ada di hati gw sebagai pengingat bahwa gw pernah berhasil terbang dan membuat perubahan walaupun kecil....

Sekarang sayap-sayap itu telah berkeliling ke berbagai belahan dunia...

Naya : Teknik Industri UI

Ariel : Teknik Planologi ITB

Orissa : PMDK Psikologi UI

Dinda : D3 Broadcast FIKOM Unpad

Alifia : D3 Sastra Jepang UI

Sisi : FKG Trisakti

Melly : FK Trisakti

Renny : Public Relation London School

Dias : Media Informatika, Berlin, Jerman

Daus : Ekonomi Syariah Tazkia, Bogor

Muna : Korea

Fariz : Teknik Sipil UGM

Sahid : Hukum UI

Danis : Double Degree Psikologi UI (Brisbane)

Evy : Pelita Harapan?

Nares : Psikologi Unpad

Aam : FKG UI

Ale : Teknik Planologi ITB

Kevin : Winchester Univ. London

Indah : Akuntansi YAI

Aidil : Manajemen UI

Marky : Bussiness, Sydney, Australia

Baby : Seni Grafis FSRD ITB

Putri : Seattle, US

Niken : Hukum Unpar

Asto : Hukum Atmajaya

Ivan : Peternakan Undip

Adam : Swiss?

Hada : Hukum UKI

Babank: Teknik Mesin Trisakti

Oksy : Arkeologi UI

Ryan : Film Studies, Canada

Fandi : Momona, US

Agung : Maranatha

Widi : Manajemen UI

Dhika : Hukum Unpad

Anggun: Akademi Kepolisian

Daan : D3 Akuntansi UI

Eby` : Sastra Belanda UI

Rina : FK Yarsi

Ari : Akademi Angkatan Udara

Ucup : Perhotelan Univ. Sahid

Fifa : Desain Interior FSRD ITB

Irma : Singapore

Devi : Psikologi UI

Aryo : FK UKI

Wisnu : Biokimia IPB

Ide 2005..

Sebuah keberanian dari mahasiswa Desain Produk ITB

Kenapa dibilang sebuah keberanian? Karena dengan berani, panitia mengklaim bahwa ini adalah pameran desain produk terbesar di Indonesia. Mungkin memang selama ini belum ada yang membuat acara bertema desain produk yang merupakan suatu rangkaian dari banyak subacara. Jika dilihat dari isinya, ide 2005 yang diadakan pada hari Kamis sampai Minggu dari tanggal 1-4 Desember 2005 lalu ini memang banyak kegiatannya.

Pertama, ada seminar mengenai taktik pemasaran melalui desain produk di Indonesia yang dibahas oleh para pakar pemasaran, ahli ekonomi, serta desainer produk. Yang kedua adalah workshop dan lomba rendering (mengarsir) mobil yang bertujuan untuk menggali minat terhadap aplikasi desain produk dalam bentuk nyata. Workshop ini materinya diberikan langsung oleh desainer motor dari Kanzen sebagai salah satu sponsornya. Pemenang pertama lomba rendering ini adalah mahasiswa arsitektur ITB angkatan 2003. Acara ketiga adalah lomba membuat mug keramik dari tanah liat bagi anak-anak umur 7-12 tahun. Tujuan dari lomba ini adalah mengenalkan dan menumbuhkan minat anak terhadap suatu desain. Dalam pelaksanaannya, lomba ini didampingi langsung oleh mahasiswa Seni Rupa ITB. Acara keempat yang paling penting adalah pamerannya itu sendiri. Pameran ini terdiri dari perusahaan yang bergerak di bidang desain produk seperti Tegep Boots (berbagai bentuk dan motif sepatu boots), Toimoi (baca: toamoa, red.) dengan desain inovatif seperti rambu lalu lintas yang dituangkan dalam bidang karpet, bantal, kursi, dan meja. Lalu ada Accupuncto dengan berbagai desain kursi yang pewe banget, berasal dari karet, dan masih banyak lagi...

Tentunya ada juga yang berasal dari mahasiswa desain produk berbagai perguruan tinggi di Indonesia seperti Universitas Trisakti, Universitas Pelita Harapan, ITS Surabaya, STISI Bandung, dan ITB sendiri. Sebagai tuan rumah, jurusan desain produk ITB memamerkan beberapa tugas akhir mahasiswa dengan maketnya, seperti desain truk pengolah sampah perkotaan, mainan anak yang ramah lingkungan, desain bermacam kapak dan pisau belati, dan yang paling mengejutkan adalah desain tank tempur yang sudah digunakan oleh TNI AD dan dibawa langsung di parkiran depan Gedung Sabuga. Dari UPH ada desain tempat pencuci piring yang kecil dan praktis bagi para PKL, dari STISI ada desain aromaterapi untuk menghilangkan nyeri haid, dari ITS ada replika desain mesin penjual koran dengan menggunakan SMS. Caranya dengan berdiri di depan alat tersebut dan kirim SMS ke nomor yang tertera, maka ketika SMS terkirim dan ada laporan pembelian, koran tersebut langsung keluar. Dari Trisakti banyak desain yang sangat menarik. Diantaranya ada wahana hiburan untuk theme park (seperti Dufan) yang berbentuk perjalanan di dalam bola yang melewati terowongan dengan bantuan energi magnet. Lalu ada desain SPBU terapung (aplikasi bentuk kapal) yang sudah dibeli idenya oleh Pertamina. Kapal ini berbentuk seperti halnya SPBU darat (termasuk mushala, toilet, dan mini market, ditambah ruang kemudi) dengan terminal yang berada di pinggir agar mudah dijangkau kapal, semua bahan dilapisi oleh zat yang tahan korosi garam, dan bertujuan untuk melayani kebutuhan kapal yang kekurangan bahan bakar di tengah laut, serta banyak aplikasi desain produk lainnya terhadap sarana pengangkutan perkotaan.

Ternyata setelah diperhatikan dan dipelajari, bidang desain ini sangat erat dengan dunia perencanaan yang kita geluti karena berhubungan dengan model nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai konsumen. Banyak desain-desain yang belum pernah terpikirkan sebelumnya oleh kita tetapi hal tersebut dapat direalisasikan apabila didukung oleh bidang ilmu rekayasa lain seperti mesin, fisika, dan kimia. Karena desain adalah bagian dari kenyamanan pengguna. Karena desain adalah suatu daya tarik bagi sebuah produk. Karena desain ada di sekitar kita...Maju terus dunia desain produk Indonesia!! (@Le dong..!!)

STRUKTUR MAHASISWA

Definisi struktur dalam konteks ini adalah posisi atau letak hubungan antara Rektorat dengan Kabinet KM ITB. Sekarang dengan AD/ART ITB yang baru, hanya diakui organisasi kemahasiswaan terpusat dan setingkat fakultas. Secara struktural, Pak Widyo (Wakil Rektor Bid. Kemahasiswaan) mengajukan bahwa letak KM ITB berada di bawah Rektorat. Tetapi hal itu ditolak oleh KM karena dapat berakibat munculnya keputusan-keputusan sepihak. Sedangkan menurut AD/ART KM ITB yang baru direvisi oleh Kongres, hubungan kita dengan rektorat berada pada garis koordinatif, dan bukan subordinatif.

Sejalan dengan letak KM ITB dengan Rektorat, hal ini akan mempengaruhi kinerja dan sifat dari kemahasiswaan terpusat yang terancam dikukung. Jika posisi kita di bawah, jelas sekali pasti ada intervensi langsung yang dapat mengatur semua perangkat organisasi mahasiswa yang ada di bawah KM ITB yaitu himpunan dan unit. Jika hal ini terjadi, kita tidak mempunyai kebebasan untuk melakukan kegiatan, dan hanya sebatas mendukung visi dan misi ITB yang berbasis pada riset. Posisi ini mendatangkan banyak keuntungan bagi kita seperti dimudahkannya pencairan dana. Kalau seperti itu ya oke-oke aja, tetapi suatu saat akan timbul keengganan untuk menuruti keinginan rektor yang tidak sesuai dengan tujuan dan visi misi KM ITB. Bukan maksud saya untuk meremehkan visi ITB tersebut, tetapi sering kali konteks “riset” adalah proyek-proyek berorientasi profit yang menggilas rakyat, mementingkan kepentingan golongan, dsb.

Dampak yang kita rasakan langsung adalah telah dikebirinya sistem kaderisasi mahasiswa baru yang selama ini berjalan dengan sudut pandang yang menyamaratakan semua himpunan. Walaupun ada beberapa himpunan yang punya prestasi bagus dan mengharumkan nama ITB, yang telah mengajukan bentuk pengkaderan yang bagus serta berlandaskan keprofesian, tetap saja sikap Rektorat tidak bergeming. Penolakan terhadap semua sistem kaderisasi himpunan tidak berdasar dan tidak logis. Kondisi ini akan semakin memperlebar jarak antara Rektorat dengan mahasiswa.

Jika posisi kita dengan Rektor berdasarkan garis koordinasi, hal ini akan membuat gerakan kemahasiswaan lebih independen dan lebih kritis. Tentunya kebebasan di sini masih dalam batas norma dan tanggung jawab pada masyarakat.

Perbedaan yang membuat keduanya seakan sulit sekali untuk sepakat adalah lingkup wewenangnya. Rektorat berwenang mengeluarkan peraturan pada tingkat tertentu, sedangkan KM ITB hanya berwenang mengatur mahasiswa. Tetapi walau bagaimanapun keduanya harus mengikuti peraturan ITB. Harusnya kita bersama dapat berbesar hati untuk duduk bersama merumuskan bentuk terbaik yang berdampak biak bagi semua puhak. Tapi, nyatanya orang-orang di depan Jl. Pelesiran itu tetap bersikukuh. (@le dong..!!)

Gerakan Mahasiswa

Proses pembentukan karakter seseorang berlangsung secara terus-menerus semenjak dia lahir. Dengan mendapatkan pendidikan secara formal maupun mengalami pembelajaran dengan berbagai pengalaman akan sangat mempengaruhi pola pikirnya. Semakin dewasa, manusia akan selalu mendapat cobaan yang lebih berat lagi. Dari berbagai permasalahan tersebut, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik hanya bisa dirasakan tak lebih dari 2% jumlah penduduk di negara ini.

Mahasiswa ITB sebagai salah satu elemen masyarakat dengan predikat intelektual yang disandangnya, mempunyai tanggung jawab moral untuk membela kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan sekelompok individualis. Sering kita mendengar pendapat yang bermacam-macam dari masyarakat “Udah, mahasiswa kerjanya jangan demo mulu, belajar aja yang bener. Abis itu baru benerin masalah yang ada..” atau “Koq sekarang anak-anak ITB ga pernah bersuara lagi?” dan masih banyak pendapat lain yang melihat pergerakan mahasiswa dari sisi yang berbeda-beda.

Sebenarnya, definisi gerakan mahasiswa itu apa sih? Apakah selalu dengan cara turun ke jalan, bikin macet, dan berkoar-koar sampai suara habis? Emang ada ngaruhnya gitu? Tetep aja harga BBM naik, tetep aja TDL naik, tetep aja pemerintah masukin beras impor. Atau sekarang mending kita diem-dieman aja di dalam kampus? Yah...rapat-rapat biasa aja...lobby sana, lobby sini, bikin seminar, dll.

Menurut salah seorang teman aktivis ITB angkatan 97, semua itu hanya merupakan masalah metoda. Artinya, dilihat sejauh mana kebutuhan untuk turun ke jalan tersebut. Dengan predikat ‘intelektual’ yang melekat pada mahasiswa, apalagi yang dari ITB, seharusnya kita bisa lebih pintar dalam menanggapi suatu permasalahan yang terjadi di masyarakat. Mungkin kita sering lupa bahwa dengan mudahnya kita bisa berinteraksi dengan para pengambil keputusan di negara ini. Ada ga yang pernah kepikiran buat nelpon langsung ke kantor Menteri Pertanian, trus bikin janji ketemuan sama pak menteri mengenai masalah impor beras. Atau ngobrol bareng sama anggota DPR yang selalu kita cibir kerjanya itu? Ternyata mereka juga butuh masukan dan saran dari kita koq. Karena mereka masih menganggap mahasiswa sebagai satu elemen masyarakat yang dapat berperan netral dalam setiap masalah. Karena mereka butuh banget orang yang menilai dan merespon kebijakan yang mereka buat apakah dapat diterima semua kalangan atau tidak.

Dari berbagai kemampuan dan kapabilitas kita sebagai mahasiswa yang dapat berbuat banyak itu, sekarang kita tanya kepada diri sendiri, apakah kita mau terlibat? Apakah kita mau ngurusin masalah bangsa yang sepertinya sudah bobrok di semua bidang? Dapat diperkirakan jawaban yang muncul sebagian besar adalah enggan dan tidak mau terlibat dalam dunia kemahasiswaan. Istilah ‘kemahasiswaan’ ini selalu dipandang sempit oleh mahasiswa yang berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap politis dan ‘bahasa-bahasa langit’ (red-bahasa yang berat). Tetapi sebenarnya sangat melekat dengan keseharian kita di kampus. Kita kuliah juga termasuk bidang kemahasiswaan, praktikum, rapat, bikin lomba foto, try out,dll juga ada dalam definisi tersebut.

Jadi memang seharusnya kita terlibat dalam dunia kemahasiswaan. Sekarang mari kita bercermin pada kegiatan yang ada di kampus sekarang. Mayoritas acara yang dimotori oleh himpunan dan unit mempunyai sifat internal kampus, misal, tanding bola bareng, fun day, diklat ini, diklat itu, seminar, temu alumni, dll. Bukan maksud penulis untuk menyindir, tapi persentase jenis kegiatan yang ditujukan bagi kemampuan mahasiswa dalam berinteraksi dengan masyarakat dan terjun langsung di lapangan perbandingannya jauh. Ok, sekarang baru terasa aura dari organisasi-organisasi tersebut yang mulai melakukan sesuatu di masyarakat. Penulis salut dengan inisiasi perubahan sistem kaderisasi yang dilakukan beberapa himpunan yang bertujuan pada pengabdian masyarakat, atau program Kabinet KM dengan gerakan MADES-nya (mahasiswa dan desa).

Niat-niat baik itu yang belum menyebar ke semua elemen kampus merupakan salah satu tugas yang harus kita lakukan bersama. Karena keinginan untuk dapat berguna bagi masyarakat pasti ada dalam setiap hati kecil mahasiswa, hanya kendala informasi dan kesempatan. Satu hal yang hampir kita lupakan untuk memulainya adalah sikap kritis. Dimana kita harus bereaksi ketika ada peristiwa yang merugikan masyarakat, ketika rakyat sudah tidak berharga lagi di dalam pikiran para penguasa negeri ini, ketika ada pemerkosaan terhadap kebebasan berpendapat, ketika makna hidup seakan hancur di depan mata,...kita harus memperjuangkannya!! kita harus bereaksi!! (@Le dong..!!)

Four Different Minds...

Suatu sore di tahun 2005 pada waktu liburan semester 4, saya berniat untuk menjalin kembali persahabatan saya yang sempat putus dengan teman SMA. Kebetulan Indra yang kuliah di jurusan Sipil UGM sedang ada di Jakarta selama beberapa hari. Itu juga tahunya dari Gogon, anak Biokimia IPB. Gw pikir gw ga akan ketemu ma si Indra lagi, tapi ternyata ga. Alhasil kita janjian ngopi bareng di Citos jam 12 after lunch. Karena daerah Cilandak deket banget ma rumah Sahid, jadinya dengan dadakan, gw langsung nelpon dia buat join. Ga nyangka juga, dia langsung say yes. Setelah ngumpul, pertama-pertamanya Cuma ngomong masa2 sekolah dulu, saling ngejek-ngejekkan, nyindir-nyindir, ampe buka aib...hahaha...

Obrolan lanjut ke masalah kuliah, satu hal yang sekarang udah kita jalanin 2 tahun secara masing-masing tanpa terasa waktu. Awalnya si Gogon yang banyak cerita kalo dia itu sering banget praktikum ampe mabok dan kudu bikin tugas pendahuluan dan setelah itu buat laporannya. Piuh...gw bersyukur juga sih udah ga urusan ma yang kayak gitu...udah lewat di kuliah kimia dan fisika pas jamannya TPB. Dan ternyata ada empat hewan yang sering dijadikan kelinci percobaan di lab para ilmuwan. Karena dia belajar tentang biologi dan kaitannya dengan kimia, banyak yang lari ke industri makanan dan kosmetik. Produk-produk tersebut sebelum diujikan pada manusia, sebelumnya dites dulu sama salah satu binatang itu, tergantung sifat bahan apa yang diujikan. Binatangnya yaitu babi, tikus, monyet, dan kodok. Babi karena struktur organ pencernaannya mirip dengan manusia, tikus karena susunan kulitnya paling mirip manusia, dan yang dua lagi gw lupa...

Abis itu giliran Sahid yang kuliah di Hukum UI buat cerita tentang jurusannya. Sebenernya gw ga asing ma hukum karena kakak gw juga sarjana hukum. Tapi apa yang gw dapet dari Sahid sama sekali ga pernah dikasih tau ma kakak gw sebelumnya. Dia cerita bahwa kontribusi kita yang paling kecil sebagai warga negara yang baik harus menaati peraturan lalu lintas, misalnya. Berapa sering kita selalu terlintas untuk menyogok polisi di jalanan yang nilang kita. Malu juga sih gw, karena gw pernah nyuap polisi 3 kali karena nerobos lampu merah, temen gw yang boncengan ga pake helm, dan ngelawan arus buat muter. Semuanya di daerah lampu merah Simpang Dago, Bandung. Padahal gw sebelumnya belom pernah ditilang. Terus katanya lebih baik kita terima aja surat tilangnya dan nyelesain di pengadilan, kalaupun didenda, uang kita akan masuk ke kantong negara yang lebih terjamin untuk dipergunakan dengan bener ketimbang masuk ke kantong pak polisi di jalan. Terakhir pas gw ketilang di jalan sudirman deket Blok M, gw berusaha buat ngikutin saran Sahid, ga akan nyuap si pak polisi, walaupun pas gw tanya apakah bisa diselesaikan di situ, pak pol masang tarif goban. Wah, sedeng sih untuk skala sogokan mobil,,hehehe,,karena emang pelanggarannya ga berat kok. Jadinya gw mutusin buat nerima surat tilang itu, ada perasaan lega juga karena gw telah melakukan hal yang benar dengan tidak melecehkan profesi polisi tsb yang meskipun dirinya sendiri minta untuk dilecehkan. Trus dia juga cerita bahwa ada sebuah RUU yang sedang digodok di DPR perihal kewenangan suatu perusahaan yang bisa punya hak milik terhadap lahan milik rakyat yang statusnya disita pengadilan dengan membayar sejumlah biaya,dll, kalo ga salah pasal 35 tahun 2005 gitu?ga tahu jg, lupa.

Trus giliran Indra yang cerita tentang ilmu teknik sipil. Mulai dari ngebahas suatu pondasi rumah, jembatan, terowongan, sampe masalah metode sosro bahu dan ceker ayam dalam kontruksi jalan layang. Sosro bahu artinya pembangunan mulai dari tiang-tiang pancangnya yang kemudian coran jalan akan ditaruh di atasnya buat nyambungin antar pancang tsb. Dan ceker ayam dimana untuk lebih kokoh, suatu bangunan kudu punya pondasi yang meluas ke banyak arah agar tidak roboh. Kalo tahan gempa pake peredam getaran,dll. Dan bentuk aplikasinya di lapangan.

Pas liat jam udah ga terasa aja jam 5 sore, padahal kita cuma mesen segelas kopi tiap orang. Langsung terlintas di pikiran gw, alhamdulillah gw punya temen yang mengerti bidang lain yang gw belum ketahui. Bahwa di meja tersebut duduk empat orang mahasiswa yang berasal dari empat PTN yang favorit di negeri ini. Sahid dari Hukum UI, Indra dari Sipil UGM, Wisnu dari Biokimia IPB, dan gw sendiri dari Planologi ITB. Bahwa sepertinya ada yang mengatur semua itu...Allah...Subhanallah...Dari situ gw tersadar bahwa sangat penting untuk punya banyak teman. Karena pada akhirnya cuma temen yang bisa ngehargai kita dan nerima kita apa adanya setelah keluarga.

Forum Silaturahmi...

Kegiatan rutin ini sebenarnya diawali tahun lalu sejak FKHD (Forum Ketua Himpunan Departemen) vakum. Tetapi para ketua himpunan waktu itu masih membutuhkan adanya forum yang memberikan informasi mengenai keadaan aktual kampus, khususnya yang dialami oleh himpunan. Itulah tujuan dibentuknya forum ini dan tidak ada unsur legal atau ketetapan, hanya sebuah forum informal tetapi sarat isi. Sekarang, lebih diwarnai oleh banyaknya ketua himpunan baru yang rata-rata sudah ikut sebelumnya atau baru bergabung. Tempat dan pihak penyelenggara juga bergantian antarhimpunan dan unit. Satu hal yang pasti hanya waktu kegiatannya yaitu tiap selasa per dua minggu. pada hari Selasa, 25 April 2006 lalu bertempat di Selasar Planologi dengan jumlah peserta yang hadir cukup banyak dibandingkan sebelumnya. Diantara himpunan yang dihadiri ketuanya adalah HMIF, PATRA, HMGM, HME, HMTL, dll. Sedangkan diantara ketua unit yang datang ada dari KMPA, LFM, UKSU, MUSI, dll. Serta ada juga Presiden KM terpilih, Dwi.

Pembahasan yang ada di dalamnya sangat terbuka, terutama berkaitan dengan iklim kemahasiswaan kampus. Forum dibuka oleh penyelenggara, Ketua HMP, Apri dengan topik pembahasan adanya surat peringatan dari Biro Kema-hasiswaan (Dulunya bernama LPKM) bertandatangan Pak Djaji (maaf kalau salah ketik) kepada Ka.KMPA, Ka.PSIK, dan Ketua Panitia acara Peringatan Hari Bumi. Ini berkaitan dengan Konser musik penutup acara sepekan lalu yang diadakan di Plaza Widya yang mengganggu dua acara yang sedang dilakukan oleh LPKM di kedua wing CC. Seketika itu juga beliau menutup acara itu di pertengahan. Tentunya keluar surat ini menuai kebingungan dan tidak terima dari organisasi yang dikenai sanksi tersebut. Karena menurut mereka, Pak Widyo sebagai WRM sudah menyetujuinya dengan lisan. Sekarang sedang tahap klarifikasi atas terbitnya surat tersebut. Kondisi ini menandakan satu hal bahwa komunikasi di antara petinggi dan atau pegawai ITB sendiri masih belum bagus dan sinkron. Sedangkan mereka mengumbar-umbar pada kita, kenapa mahasiswa sulit sekali diwakili suaranya oleh satu orang presiden mahasiswa. Berkaitan dengan hal ini, LSS merupakan unit yang selalu didukung oleh beliau-beliau karena punya reputasi yang cukup baik, walaupun tidak selalu di’anak emas’kan. Pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini bahwa kita harus yakin dulu mendapat ijin kegiatan secara tertulis oleh Biro Kemahasiswaan jika skalanya besar.

Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya untuk menginisiasi kembali BKSK (Badan Koordinasi Satuan Kegiatan) yang berisi perwakilan unit-unit di ITB, karena itu merupakan salah satu syarat wajib kita untuk menjalan-kan fungsi kemahasiswaan yang ideal, kata ketua UKSU yang sedang menggodok AD/ART UKSU untuk disesuaikan dengan konsepsi kemahasiswaan KM ITB.

Topik pembicaraan pun beralih pada adanya stereotipe negatif dan pengamanan ganda dari rektorat pada himpunan atau unit yang selama ini punya ‘cap buruk’ dengan berbagai sistem kaderisasinya. Hal ini sangat membatasi ruang gerak mereka untuk berkegiatan. Tetapi dapat disikapi dengan komunikasi yang tepat dengan pihak birokrasi dengan cara mengundang mereka dalam acara tersebut sehingga melihat sendiri baik atau buruknya sebelum dilarang. Tentunya dengan transparansi dari himpunan/unit tersebut.

Adanya ketidakberdayaan himpunan/unit ini untuk beradu pendapat dengan birokrasi jika dituduh salah, akhirnya memunculkan pandangan dengan cara apa kita bisa ‘melawan’nya, karena sepertinya mereka mempunyai kekuasaan yang diluar kapabilitas kita, karena mereka merasa berhak mengatur semua kegiatan kita. KM ITB sebagai lembaga pun sepertinya tidak cukup kuat untuk itu, pers mahasiswa juga terkesan dikendalikan oleh mereka, memang sepertinya ITB dipenuhi oleh orang-orang jahat terpinter se-ITB, ucap salah satu peserta forum. Sebenarnya yang ngelawan adalah kita semua, mahasiswa yang menyuarakan hak-haknya seperti transparansi keuangan yang masuk ke ITB, berkegiatan, dan berkaderisasi. Itu bisa dicapai asal kita YAKIN. Kalau perlu kita sebagai kaum ilmiah, lakukan saja polling pada seluruh mahasiswa mengenai kinerja rektorat yang semakin lama asyik menajamkan taringnya. Intinya kita perlu melangkah bersama (kok jadi kayak kampanye SBY?) dengan Kabinet KM sebagai jembatan semua HMJ & UKM. Yah, minimal brand image yang negatif tadi menjadi leih baik. (Tandj)

GAJAH-GAJAH YANG KEHILANGAN GADINGNYA....

Ketika berjalan di dalam kampus pada tahun ajaran kali ini, sangat terasa perbedaan ‘hawa’ kampus dengan tahun-tahun sebelumnya. Tak terdengar lagi suara-suara ‘gajah-gajah kecil’ mengumandangkan lagu perjuangan, tak terdengar lagi semangat berkobar, tak terlihat lagi derap langkah persatuan di jalan2 kampus, CC bagai kuburan, tak terdengar lagi Salam Ganesha dari adik-adik kita angkatan 2005 yang berapi-api karena OSKMnya cemen. Jika ada survey yang menanyakan berapa persen dari angkatan 2005 (± 3000 orang) yang hapal dan benar dalam melakukan salam tersebut, saya ragu besarnya akan lebih dari 40%.

Akankah kita yang mulai tumbuh menjadi ‘gajah dewasa’ ini tetap membiarkan hal seperti ini terjadi? Apakah mulut-mulut kita terkunci oleh selembar surat resmi dari rektorat? Tentu jawabannya sangat majemuk tergantung dari persepsi setiap orang. Bagi sebagian besar dari kita mungkin tidak peduli dan terjepit oleh tuntutan lulus tepat waktu dan memutuskan untuk tidak mengurusi dunia kemahasiswaan, atau golongan minoritas lain yang masih melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi.

Kata seorang teman saya, jaman sudah berubah, untuk itu kita juga harus berubah kalau tidak digerus oleh jaman. Ok, saya sangat setuju dengan pernyataan itu, tetapi yang perlu diperhatikan adalah apakah generasi selanjutnya masih bisa merasakan JIWA dan beratnya TANGGUNG JAWAB yang dibebankan kepada seniornya. Kondisi ini tidak terlepas dari metode yang digunakan dalam suatu kegiatan yang kata mereka kaderisasi atau orientasi studi. Ketidaksiapan untuk berubah saat ini merupakan kendala terbesar bagi himpunan. Apalagi tahun ini, dengan formasi kekuatan rektorat yang sudah matang, himpunan banyak yang ‘keok’ sehingga ada beberapa yang tidak bermain sesuai peraturan. Tentunya hal seperti ini dapat menjadi bumerang bagi tahun berikutnya. Karena setiap himpunan mendefinisikan arti kaderisasi, ospek, dan senioritas berbeda-beda. Dengan permasalahan yang rumit di setiap himpunan, akankah kita akan tergabung lagi di kemahasiswaan terpusat? Kalaupun iya, harusnya sejak ada surat edaran dilarang melakukan orientasi studi, teman2 kita di samping Tokema itu harus LANGSUNG bergerak, sebelum menjadi kompleks permasalahannya dikarenakan jadwal tahunan tiap himpunan beda. Sialnya ketika nasi sudah jadi bubur, memang penyesalan selalu datang di akhir, tapi harusnya ada langkah KONKRET yang dilakukan sebelum himpunan kecewa dan putus asa karena tidak tahu harus melakukan apa. Sebelum ‘gajah-gajah’ itu capek dan meletakkan gadingnya karena kampus ini sudah MATI dan berisi robot yang melakukan riset2 aneh.

PENGEMBANGAN KOMUNITAS DI DESA PESISIR ACEH PASCA TSUNAMI

Perencanaan di Indonesia saat ini sedang mengalami dinamisasi dalam hal proses pelibatan masyarakat. Selama hampir tiga dekade, pemerintah menggunakan sistem sentralisasi dengan ciri perencanaan yang dikendalikan oleh pemerintahan negara (pusat). Setelah era reformasi bergulir pada 1998, pemerintah daerah sekarang telah memiliki otonomi dalam menyelenggarakan pembangunan. Pemerintahan yang berbasiskan syariat Islam pun mendapat tempatnya di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Adanya bencana tsunami pada Desember 2004 telah meluluhlantakkan sistem kehidupan negeri Serambi Mekkah itu. Perekonomian Banda Aceh mati, kota-kota dan desa-desa di sepanjang pesisir pantai barat dan timur seakan-akan lenyap dihapus gelombang air. Sistem pemerintahan desa-desa pesisir banyak yang rusak dan kehidupan masyarakat menjadi tak terurus. Bantuan dari dalam dan luar negeri kemudian berdatangan. Salah satu program yang diluncurkan BRR (Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias) adalah perbaikan sistem kelembagaan desa. Instansi yang mengeksekusinya adalah NGO atau lembaga donor dari luar negeri (PCI Indonesia, GenAssist, AIPRD, dll).

Program tersebut merupakan salah satu bentuk pengembangan komunitas yang dijalankan untuk mencoba membangun kembali desa-desa yang hancur secara fisik maupun mental. Menurut catatan kuliah PL3201 Pengembangan Komunitas, pengembangan komunitas adalah keterlibatan masyarakat dalam isu yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk didalamnya metode bagi individu untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan motivasi, mengidentifikasi gangguan bersama dan menyelesaikannya secara bersama (www.bathnes.gov.uk). Peran NGO sebagai pelaku eksternal yang terlibat dalam pengembangan masyarakat adalah berupaya untuk menyatukan berbagai perbedaan yang ada dalam suatu komunitas. Karena sebuah komunitas pada umumnya terbentuk dari bagian-bagian yang terintegrasi dan kelompok keinginan yang tertutup pada hubungan kompetitif (Smith 1989).

Dalam hal ini, program perbaikan sistem kelembagaan desa dilakukan untuk membantu masyarakat agar membentuk kembali pemerintahannya, seperti menunjuk Geuchik ( Bahasa Aceh: kepala desa–red. ) baru bila yang sebelumnya meninggal, dan membentuk perangkat desa lainnya. Secara teknis, NGO akan mendampingi warga melalui seorang Fasilitator Desa (FD) yang memberikan arahan dan wawasan kelembagaan desa kepada warga. Selain itu juga bertujuan untuk mempersiapkan perangkat tersebut agar dapat berfungsi sebagai sumber komunikasi warga desa kepada orang luar. Mengingat tahun 2006 ini akan banyak terjadi pembangunan pada skala desa yang dilakukan oleh lembaga donor maupun BRR. Pencapaian yang diharapkan dari perangkat desa ini adalah dapat menjadi perwakilan warga yang mengajak dan mengkomunikasikan aspirasi warga terhadap pihak luar.

Satu hal penting yang menjadi saran dalam proses pengembangan komunitas ini ialah harus ditanamkan betul kemandirian perangkat desa yang dapat mendampingi warga untuk memantau kinerja pembangunan yang akan terjadi di desa mereka. Contohnya pada peristiwa yang terjadi di Desa Pasie, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, pada bulan Juli 2006 lalu, sebuah NGO mendapatkan kontrak pembangunan jalan propinsi dengan rute Banda Aceh-Meulaboh, tetapi dalam rencana cetak birunya, jalur yang dilewati akan mengambil lahan kosong yang direncanakan akan dibangun perumahan. Dalam kasus ini, Geuchik dan perangkatnya harus bisa menginformasi-kannya kepada warga dan berfungsi sebagai pembela warga untuk menghindari pembangunan jalan tersebut agar tidak melewati lahan perumahan. Atau bisa juga dengan mempertimbangkan untuk memindahkan peletakan rencana rumah ke lahan lain yang tidak dilewati oleh jalur jalan tersebut. Setelah permasalahan itu selesai, Geuchik harus selalu mengontrol NGO tersebut pada semua tahap sampai jalan selesai dibangun dan tidak berdampak pada pembangunan rumah. Karena pendampingan oleh FD tidak lama, hanya sekitar 4 bulan saja, maka perangkat desa bersama warga harus mampu mengawasi pelaksanaan program-program pembangunan yang akan dilaksanakan di Desa Pasie.

Peristiwa yang terjadi di desa-desa pesisir Aceh ini dapat dijadikan contoh bagi propinsi lain dalam hal melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan melalui pengembangan komunitasnya. Sebagai bagian yang tak terlepaskan dalam perencanaan yang berasal dari masyarakat (bottom-up), pendidikan kemandirian bagi perangkat kelembagaan desa diharapkan dapat meminimalisasi konflik yang terjadi akibat keputusan perencanaan yang seringkali sepihak oleh pemerintah daerah. Jika setiap daerah berlomba untuk menjadi yang terbaik, keputusan pembangunan yang mengefektifkan pencerdasan masyarakat melalui pemerintah desa dapat menjadi angin segar bagi wajah baru perencanaan di Indonesia.

Buat Apa Ada Senator KM ITB??

Dalam waktu sekitar dua minggu ini, HMP sedang melakukan pemilihan senator baru untuk periode 2006-2007. Dan para calon sering banget kita liat berkoar-koar mengkampanyekan visi & misinya. Reaksi warga HMP dalam menyikapi ini pun cukup beragam, ada yang antusias menggali kapabilitas calon, ada yang netral saja dan cenderung nrimo, bahkan ada juga yang cuek serta tidak peduli. Terlepas dari tanggapan-tanggapan tersebut, sebenarnya buat apa ada senator? Fungsinya apa sih? Serta kenapa HMP harus mengirim wakilnya di sana?(red. Kongres KM ITB -kemahasiswaan terpusat).

Jika ditilik menurut hukumnya, berdasarkan Anggaran Dasar HMP BAB V Pasal 22 mengenai hubungan dengan Keluarga Mahasiswa ITB disebutkan bahwa ‘HMP Pangripta Loka ITB dapat mengirimkan wakilnya dalam Kongres KM ITB’ yang mekanisme pemilihannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. Wakil ini (senator) akan berfungsi sebagai perwakilan HMP di Kongres KM ITB yang salah satu tugasnya menurut Konsepsi KM ITB 2001 yaitu untuk mengawasi pelaksanaan program dan menilai kinerja Kabinet KM ITB yang yang dipimpin Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya itu, para senator perlu menarik aspirasi/pendapat dari himpunannya masing-masing.

Cukup sering kita mendengar selentingan mahasiswa pada umumnya mengenai KM ITB yang tidak konkret kinerjanya, cenderung eksklusif, terlalu idealis, dll. Kondisi ini didukung oleh Polling yang dilakukan HIMATIKA tahun 2005 yang bernada sama. Satu hal yang harus dimengerti oleh kita sebagai mahasiswa ITB adalah yang dimaksud dengan KM disini yaitu semua elemen kemahasiswaan, termasuk di dalamnya Kabinet, Kongres, HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), dan Unit. Dengan kedaulatan tertinggi dipegang oleh seluruh mahasiswa ITB.

Oleh karenanya Presiden KM dengan kabinetmya mempunyai tantangan berat untuk memperbaiki image kemahasiswaan terpusat karena persentase mahasiswa lebih banyak yang memilih untuk masuk HMJ atau Unit. Dalam pekerjaannya sebagai fungsi eksekutif, kabinet diawasi dan diarahkan oleh Kongres KM ITB sebagai perwakilan HMJ yang berfungsi legislatif. Untuk itu sudah sebaiknya dan seharusnyalah setiap himpunan mengirimkan senator agar keinginan mahasiswa yang ada pada tingkat jurusan/program studi tetap sampai ke presiden. Mengenai perbedaan kualitas senator yang ada di Kongres seperti ada yang aspiratif dan tidak, bergantung pada tiap himpunan yang berwenang.

Kekuatan hukum seorang senator berada di tangan pemilihnya yang dapat menyampaikan aspirasi, kritikan, cacian, atau apapun secara langsung atau tidak langsung, untuk kemudian diteruskan dalam kajian pengambilan keputusan Kongres KM ITB yang berdampak pada kemahasiswaan ITB secara umum. Jadi, gunakan hak suara Anda untuk memilih calon-calon senator yang berkompeten, karena setiap suara Anda adalah legalitas si senator, karena setiap suara Anda berkontribusi menjadikan KM ITB yang lebih baik. Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater, Merdeka!!

Friday, March 9, 2007

hangout with the kojek's...

ceritanya nih, abis gw bareng tmen2 gw dari BEC, kita makan2 di independence chicken...ad apri,kokoh,herry,ajath,ghulam,ray....eh pas disana ketemu ikra...jadi dia nraktir kita2 (tapi gw ga dpt,krn udh byr...hiks...hiks...).

tiba2..dua orang cewe about 25 dateng make mobil swift-nya..lalu berjalan ke arah warung mendekati tempat kami makan2.dari jauh terlihat bergoyang pebuh irama...is there any part of a chick body u first looked at when it is abnormal in size, then u know what I mean...

walaupun makanan udh abis..kami rela nungguin ampe tuh cewek balik...para jomblowan yg gila tapi ga realistis ini pun pada ngences kayak liat mangsa...
tingkah pun semakin gila,apa mau dikata....gairah dan nafsu mengalahkan akal....maka.....aaahhh....mereka pergi dengan membawa swift-nya...

hehehehe.....